PENGEMBARA INDIA YANG MENCARI TEMAN

Srinivasa Ramanujan - OPC - 1.jpg


Tidak konyol, tidak enak rasanya. Seperti masakan, tidak bergaram, tidak ada gurihnya. Paling tidak, dalam hidup, ada lah kita merasakan asam garam kelakuan. Kekonyolan misalnya, pikiran, and everything that makes you will laugh when you remember it.

Dalam sehari, siapa sih manusia yang bisa selalu bertindak sempurna? Terlihat keren dan pandai dalam segala hal? Dalam sehari saja? Agh, boro-boro. Jangan harap penulis bisa menjadi sempurna. Penulis ini konyol sekali dia. Tapi... Ohh tentu, mungkin kamu si pembaca akan bekata “aku”. “aku” adalah manusia yang selalu perfect dalam melakukan sesuatu. Baik dalam segala hal.

Ngettt.....

Bohong. Penipu!

Faktanya, itu hanya khayalan saja.

Mimpiku, menjadi sempurna sesempurna teman yang diharapkan oleh kakek ramanujan.

Bohong. Penipu!

Ramanujan bukanlah kakekku.

Jalan setapak ini tidak beraspal, melewati batangan sawah, aku menyepak-nyepak gundukan tanah dan kerikil-kerikil pengganggu. Ada banyak batu yang sudah aku sepak-sepak. Gila sekali pikirku, terbayang-bayang jenis manusia seperti apa yang diinginkan oleh kakek ramanujan untuk menjadi temannya.

“aku kurang apa?” wajahku juga mirip india, kulitku hitam, kakek ramanujan juga berasal dari india, di flm The Man Who Knew Infinity. Disitu beliau juga berkulit hitam. Cuman bedanya, aku kan masih muda. Belum menjadi kake-kakek. Wajar dong kalau aku memanggil beliau kakek, beliau saja lahir pada tahun 1887. Nah... aku... 1998. Setidaknya aku tidak berbohong. Biar pun beliau bukan kakek kandungku, ya beliau kalau masih hidup sampai dengan sekarang pasti juga berubah wajah menjadi kake-kakek reot.

Tapi.... aku suka pada apa yang dipikirkannya mengenai konsep teman.

Mimpi kamu!

“mimpi?” seolah baru saja itu menjadi nyata. Beliau, kakek ramanujan baru saja menceramahiku tadi diatas balai ditengah sawah. Ini nyata sekali. Aku tidak mungkin bermimpi. Hanya saja... kakek itu tiba-tiba menghilang saat aku menguap. Tapi aku kan tidak tidur?

Ku sepak lagi kerikil yang menghalangi jalanku...

Saat diatas balai tadi, aku melihat seorang kakek datang menyapaku, membawa kentang rebus untuk dimakan bersama. Beliau adalah pengembara jauh, mengaku diri bernama ramanujan, berasal dari india.

“kakek ini kenapa jauh-jauh ke pematang sawah dan mengajakku makan kentang rebus?”

“kakek kemari karena melihat anak muda yang sedang sendirian, kakek sedang berusaha menemukan teman”

“teman? Kakek sudah tua namun tidak punya teman? Menyedihkan sekali. Pasti kakek adalah manusia egois”

“hahaha” kakek ramanujan hanya tertawa bijak mendengar tuduhanku. “kau tahu nak? Teman seperti apa yang aku dan kau butuhkan untuk kehidupan?”

“tidak tahu kek”

“kau suka berhitung nak?”

“agh, jangankan berhitung. Nilai matematika sekolahku jelek kek. Guru matematikaku saja tidak suka kalau aku ada dikelas.”

“hahaha....” kakek ramanujan kembali tertawa bijak. “siapa namamu nak?”

“Ali”

“nama yang bagus. Ali, kau anak yang baik. Jangan menjadi seperti aku”

“aku tidak mau menjadi tua seperti kakek, jelek.”

“hahaha....bocah tolol. Bukan rupaku yang sudah tua yang kumaksudkan ini”

“jadi maksud kakek apa?” Ali bertanya sambil mengupas kentang rebus yang dibawa oleh kakek pengembara tersebut.

“Ali, aku bukanlah manusia yang baik, namun aku berlagak seolah aku ingin mendapatkan segalah hal yang sempurna dan baik. Aku adalah seorang tua yang kesepian, tidak punya satu orang pun teman dekat.”

“kenapa bisa kakek seperti itu?”

“meskipun kadang aku menginginkan teman, tapi sayang, tidak ada satupun manusia yang sesuai dengan harapanku untuk dijadikan teman dekat. Oleh karena itulah aku mengembara”

“memang teman seperti apa yang sedang kakek cari?”

“seperti bilangan 220 dan bilangan 284”

“maksud kakek apa? Aku tidak suka perihal angka-angka yang kakek sebutkan. Kakek kan sudah aku beritahu, aku tidak suka dengan apapun itu angka. Aku hanya suka uang.” Ali mulai bingung dan menjadi kesal berbicara dengan kakek tersebut.

“kau pemuda tolol, Ali! Hanya uang saja yang ada dikepalamu! Makan saja kau yang rajin, kau marah kepadaku, tapi kau habiskan kentang rebusku!”

Ngekkk... Ali pun akhirnya sadar bahwa dia sudah menghabiskan kentang rebus kakek pengembara tersebut, oleh karena merasa dia tidak berkelakuan baik dan sudah menghabiskan makanan orang tua, akhirnya dia berkata “maafkan aku kakek, aku khilaf. Baiklah. Memang apa hubungannya bilangan-bilangan yang kakek sebutkan tadi dengan teman yang kakek harapkan?” sambil menguap Ali mengatakan hal itu

Dan setelah menguap.... kakek ramanujan yang mengaku sebagai pengembara mencari teman itu entah bagaimana caranya, beliau telah menghilang dari pandangan Ali dan hanya meninggalkan secarik kertas bertulis... “Ali, carilah pembagi dari setiap bilangan untuk 220 dan 284. Belajarlah matematika dengan sungguh-sungguh kepada gurumu. Kelak, kau akan faham, bahwa teman yang baik itu seharusnya seperti 220 dan 284, mereka saling melengkapi satu sama lain. Bahkan ketika yang satu tidak ada, yang lain seharusnya mewakili diri. Saling melengkapi dan ada. Setiap pembagi dari 220 kau jumlahkan, kau lihat berapa hasilnya. Setiap pembagi dari 284 kau jumlahkan, dan lihat berapa hasilnya. ”

Ali menjadi bingung menatap kertas itu, dan yang paling membuat bulu kuduknya berdiri adalah fakta bahwa kakek itu mendadak telah menghilang. Tapi Ali adalah anak lelaki yang tabah dan ingin mengetahui maksud dari kakek tadi. Dia bersiteguh ingin mencari makna dibalik maksud tulisan yang ditinggalkan kakek ramanujan. Dia pun melipat kertas tadi dan memasukkannya kedalam kantong, dia pulang kerumah melewati pematang sawah. Sejak hari itu, Ali menjadi giat dan mulai belajar berhitung. Ali membuka buku pelajaran matematikannya, berusaha memahami bagaimana membagi suatu bilangan. Dia bingung, dia tidak tahu bagaimana caranya.

Keesokan harinya, dia sungguh-sungguh belajar, bertanya kepada gurunya, dan tidak membuat kekacauan dikelas. Gurunya pun menjadi heran. “apakah Ali kerasukan sesuatu?”

Hari itu....  Ali mendapatkan jawaban.

Pembagi dari 220 adalah 1,2,4,5,10,11,20,22,44,55,110,220

Pembagi dari 284 adalah 1,2,4,71,142,284

Ali kemudian menjumlahkan setiap pembagi dari 220, yakni 1+2+4+5+10+11+20+22+44+55+110=284

Ali kemudian menjumlahkan setiap pembagi dari 284, yakni 1+2+4+71+142=220

Ali pun menjadi heran sekaligus menemukan jawaban. Hakikinya Ali adalah anak yang cerdik dan cerdas, hanya saja pemalas. Yang ada pada 220, ketika dijumlahkan seluruh pembaginya akan mempresentasikan 284, biar pun 284 sejatinya tidak berada disitu. Yang ada pada 284 ketika seluruh pembaginya dijumlahkan, akan mempresentasika 220, biar pun sejatinya 220 tidak terlihat disitu.

Begitulah kita seharusnya menjadi seorang teman, apabila dia tidak mampu melakukan sesuatu pada kondisi tertentu, setidaknya ada kita membantu dia dalam kondisi itu. Begitu pula sebaliknya dia kepada kita. Saling melengkapi satu sama lain. Bukan justru makin memperburuk kondisi teman, meninggalkan dan menjatuhkannya.

Seiring berjalannya waktu, Ali menjadi ulet mempelajari matematika karena konsep pertemanan yang disampaikan oleh kakek pengembara yang bernama ramanujan. Setiap hari dia pergi ke balai dekat pematang sawah, berharap dapat berjumpa dengan kakek itu kembali.

Hingga... Ali menjadi semakin berpengetahuan, tetiba dia mendapatkan informasi ketika sedang duduk diperpustakaan. Dia melihat biografi seorang ahli matematika asal india yang bernama mirip dengan kakek ramanujan. “Srinivasa Ramanujan”. Ali membuka lembar demi lembar buku biografi tesebut, kemudian Ali menjadi semakin terkejut ketika melihat foto. Foto itu mirip sekali dengan wajah kakek ramanujan. Ali membaca keterangan yang bertulis “Srinivasa Ramanujan, lahir 22 desember 1887- meninggal 26 april 1920 pada umur 32 tahun. Ramanujan adalah seorang ahli matematika asal india yang terkenal dengan kontribusinya dalam pengembangan dari analisis matematika, teori bilangan, barisan tak hingga, dan pecahan berkelanjutan. Hebatnya beliau belajar matematika secara autodidak namun kemampuan bermatematikanya dapat dikatakan setingkat dengan Newton, Euler, Gauss dan Archimedess.”

Bulu kuduk Ali meremang, dia semakin antusias dan ingin tahu. Dia membuka laptop dan memulai pencaharian di Internet. Dia mendapati flm yang mengisahkan tentang kakek Ramanujan. Ali tercengang.

“tapi... bukankah kakek itu datang kepadaku kemarin?”

Ali keluar dari perpustakaan sekolahnya, berlari kembali ke balai dekat pematang sawah, melihat kekanan dan kekiri dengan napas yang memburu. Kemudian, Ali pulang dengan hati yang begitu takjub dan konyol. Dia berdebat dengan pikiran yang ada dalam dirinya.

“aku tidak mungkin bermimpi” sambil masih menyepak kerikil dengan kakinya

“Bohong. Penipu!”

“Faktanya, itu hanya khayalan saja. Tapi.. kakek itu bukan khayalan, kakek ramanujan nyata.” “apakah dia hantu yang bergentayangan mencari teman?” Ali berdebat dengan dirinya sendiri.

“kalau begitu, Mimpiku, menjadi sempurna sesempurna teman yang diharapkan oleh kakek ramanujan. Aku akan menjadi teman untuknya agar beliau tidak kesepian dan gentayangan.”

“setidaknya aku berusaha menjadi baik. Biar lah asam garam matematika kunikamati. Biar lah aku membahagiakan kakek itu.”

“Ramanujan bukanlah kakekku. Eh? Tapi kemarin aku sudah menghabiskan kentang rebusnya”

“agh... sudahlah. Aku memang mirip sedikit lah kan seperti beliau -.-“ kulitkuu... dan barangkali beliau akan kembali bertemu denganku, dan pada saat itu, akan ada banyak pertanyaan yang ku serbukan, Bhuehehehe”.


The End.

Comments

Popular posts from this blog

Saweu Sikula

POSTULAT

kuliah umum bersama Prof. Dr. Wasino, M. Hum